Sebuah Anekdot yang Aktual

“Kamu butuh uang kan?“
“Ya jangan banyak bicara”
“Segera kerjakan, segera lupakan, gitu aja kok repot”

Mariam meringis, mendengar ucapan bertubi-tubi dari majikan tua dan majikan muda membuatnya mual. Memang hidup tak bisa memilih, namun mengapa dia selalu ada di posisi yang merugikan, pikir mariam.

Kemarin malam, Santoso mengajaknya pergi ke pertemuan buruh, katanya di sana bakal ada pemimpin besar yang membawa perubahan pada dunia buruh. Tapi Mariam menolak, ia sudah tak lagi percaya dengan messiah-messiah yang ada di kitab suci. Bagi Mariam, bekerja keras dan bertahan selama satu bulan dari kelaparan merupakan berkah tersendiri, sebuah “auto-messiah”, demikian mariam mengutip koran bungkus kacang.
***
“Kadangkala hidup memang tidak adil”
“Tapi itu bukan salah tuhan, kalian sendiri yang memilihnya”
“Kebetulan saja, kami berada di pihak yang beruntung”
“Segera bekerja, segera terlupa, gitu aja kok repot”

Mariam kembali meringis, setiap mendengar majikan tua dan majikan muda bicara, hatinya tersayat. Namun bagaimana lagi, bukankah arang tetap hitam, tapi bisa memanaskan ruang yang dingin?, mariam mngingat nasehat ibunya.

Hari itu juga Santoso megajaknya kembali ke pertemuan buruh. Kita berdua tertindas kan? Tapi mengapa kita tetap diam? Sudah seharusnya kita melawan, meratakan upah dengan cinta dan kasih sayang. Kita tidak akan terlunta-lunta begini, ayolah Mariam!, Santoso memaksa, Mariam tetap diam.

“Aku ingin jadi Penulis saja, san”
“Melestariakan penderitaan dalam kata, sebagai bekal untuk generasi mendatang”
“Aku tak mau berjuang, bukan karena ku tak percaya pada perjuangan”
“Aku melihat realita yang ada dan… ini bukanlah saat yang tepat, kita ditakdirkan untuk diam”
***
Hari itu hujan berwarna merah darah, Santoso diam menangis, mengenang Mariam yang diam dan terbunuh dalam diam.

By Asrofi Al-Kindi

hahaha

Leave a comment